Kamis, 15 Agustus 2013

Sentuhan kasih seorang ayah


Foto dari http://www.tumblr.com/tagged/father-and-child

Esti terbangun di malam hari kemudian mencari suaminya, Mardi, yang tengah menggoyang-goyangkan dengan lembut anak bayi mereka, Nuh.

Esti berdiri sejenak di pintu, menonton pria menakjubkan ini dengan siapa ia sangat diberkati untuk berbagi kehidupan dengannya. Dengan penuh cinta suaminya mengusap pipi merah montok Nuh dalam upaya untuk membuatnya nyaman.

Esti merasa dalam hatinya bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Nuh. Ini adalah salah satu dari beberapa malam Nuh terbangun, terbakar dengan demam tinggi.

Air mata Esti mengalir perlahan ketika ia melihat suaminya yang tampan memindahkan pipi kecil Nuh menempel di dadanya sendiri, sehingga Nuh bisa merasakan getaran suaranya.

Nuh tuli. Belajar untuk menghiburnya telah membawa mereka pada cara baru berpikir untuk mereka. Mereka mengandalkan suara mereka, menina-bobokkan agar membuatnya tenang, memberikan mainan audio, dan musik untuk menghibur anak-anak mereka yang lain.

Tetapi terhadap Nuh, mereka perlu menggunakan sentuhan, penglihatan, nuansa suara mereka, dan yang paling penting, penggunaan bahasa isyarat untuk mengkomunikasikan emosi dan rasa nyaman baginya. Suaminya memberikan isyarat "aku menyayangimu" dengan tangannya dan Esti melihat air matamenetes di pipinya saat ia menaruh tangan kecil Nuh yang lemah di atas dadanya.

Mereka telah membawa Nuh ke dokter lebih sering daripada yang Esti ingat. Sudah hampir dua minggu demam Nuh tetap sangat tinggi dan sangat mengkhawatirkan, meskipun semua anjuran dokter telah dilakukannya. Esti tahu berdasarkan naluri seorang ibu, satu-satunya cara seorang ibu bisa tahu, bahwa Nuh dalam kesulitan.

Dengan lembut ia menyentuh bahu suaminya dan mereka menatap mata satu sama lain dengan ketakutan yang sama dan pengetahuan bahwa keadaan Nuh tidak membaik. Esti menawarkan untuk mengambil alih posisinya, namun dia menggeleng, dan sekali lagi, ia kagum pada pria yang luar biasa yang merupakan ayah dari anak-anaknya. Ketika banyak ayah akan dengan senang hati menyerahkan tugas pengasuhan untuk tidur sangat diperlukan, suaminya tetap keras kepala dan dengan tegas merawat anaknya.

Ketika pagi akhirnya datang, mereka menelepon dokter dan memberitahukan bahwa mereka akan mengunjunginya lagi. Mereka sudah tahu bahwa mereka mungkin akan menempatkan Nuh di rumah sakit untuk diopname. Jadi, mereka memberitahu anak-anaknya yang lain. Tas dikemas untuk mereka bertiga, dan sambil menangis mereka pergi ke kantor dokter sekali lagi.

Hati mereka dipenuhi dengan rasa takut, mereka menunggu di sebuah ruangan kecil, berbeda dari ruang periksa yang biasanya mereka gunakan. Dokter akhirnya masuk, memeriksa Nuh, dan memberitahu mereka berita yang mereka nantikan. Nuh harus dirawat di rumah sakit. Sekarang.

Perjalanan ke rumah sakit di kota tetangga tampak melayang. Esti tidak bisa fokus pada apa pun, tidak bisa berpikir, tidak bisa berhenti menangis. Suaminya meyakinkannya bahwa ia merasa dalam hatinya Nuh akan baik-baik saja.

Mereka membawa masuk Nuh ke kamarnya segera. Itu adalah malam yang berliku-liku, penuh dengan cobaan yang mengerikan yang membuat suara kecil anak mungilnya bergema melalui lorong-lorong dengan berteriak berulang-ulang.

Esti merasa seolah-olah hatinya terkoyak. Suaminya tidak pernah goyah dalam imannya. Dia menghibur istrinya dan Nuh, dan semua orang yang dipanggil untuk memeriksa Nuh. Dia adalah batu yang kokoh.

Ketika pemeriksaan tahap pertama dilakukan, perawat memberitahu mereka bahwa spinal tap akan dilakukan segera. Meningitis dicurigai.

Mardi dan istrinya berdoa bersama untuk Nuh. Tangan mereka terjalin. Mereka merengkuh anak mereka. Cinta dalam hidupnya mengantarkan doanya kepada Tuhan. Dia menyatakan betapa mereka bersyukur atas semangat kecil mereka yang mengagumkan untuk siapa mereka telah mendedikasikan hidupnya.

Dengan airmata mengalir di wajahnya, dengan rendah hati suaminya memohon kepada Tuhan untuk menyembuhkan anak mereka. Hati istrinya dipenuhi dengan kenyamanan dan rasa syukur.

Beberapa waktu kemudian, dokter jaga masuk. Dia mengatakan kepada mereka bahwa hasil pemeriksaan pertama Nuh sudah diperoleh, dan bahwa ia mengidap Influenza A. Spinal tap tidak dibutuhkan! Nuh akan pulih dan bisa segera kembali ke rumah. Dan, tahu-tahu Nuh sudah berdiri di tempat tidur rumah sakit, meloncat-loncat seperti dia berada di trampolin. Doa suaminya kepada Tuhan sudah dijawab.

Mardi dan Esti tersenyum satu sama lain melalui airmata mereka, dan menunggu Nuh dibolehkan pulang dari rumah sakit. Akhirnya, di tengah malam, dokter datang dan mengatakan kepada mereka bahwa akan baik-baik saja untuk membawa Nuh pulang ke rumah. Mereka tidak mengira akan secepat itu!

Beberapa hari kemudian, Esti sedang memasak untuk makan malam. Nuh dalam penyembuhan, perlahan tetapi pasti. Ia merasa damai dan tahu suaminya adalah ayah terhebat yang pernah ia inginkan untuk anak-anaknya.

Ia mengintip ke sudut ruang tamu, dan tertawa pada adegan yang ia lihat. Ada suaminya, duduk di atas bukunya semacam “kursi ayah.” Nuh dalam pangkuannya. Mereka membaca buku, ayah mengambil tangan mungil Nuh lalu membantunya membentuk tanda-tanda untuk menerjemahkan kata-kata dalam buku itu.

Mereka berdua mendongak dan menangkap Esti sedang memperhatikan mereka. Suaminya dan Esti secara bersamaan mengisyaratkan "aku menyayangimu" satu sama lain, lalu kepada Nuh. Kemudian Nuh melingkarkan lengan kecilnya, tangan mungilnya mencoba membentuk dengan usahanya sendiri menyampaikan bahasa isyarat "aku menyayangimu" pada ayahnya.

Ia melihat dengan airmata terurai saat suaminya dengan hati-hati membantunya membentuk jari mungilnya membuat isyarat dengan tangannya sendiri yang lembut. Sentuhan lembut tangan seorang ayah. Sentuhan kasih seorang ayah*******

Sumber: AcademicTips


2 komentar: